We're just Friends
Menghabiskan waktu dengan orang yang satu frekuensi dengan kita merupakan satu dari banyaknya hal istimewa didunia ini. Ketika dalam keadaan susah dan ada yang bersedia menemani, rasanya rasa sedih ini seketika hilang. Mungkin inilah salah satu kelebihan memiliki sahabat. Sahabat selalu menjadi orang yang akan menemani kita baik suka maupun duka. Bahkan bersama sahabat kita sering berbagi tawa dan air mata. Kata "Sahabat" ini memang terlihat sederhana namun memiliki arti besar yang tidak sesederhana tulisannya.
Sahabat merupakan salah satu orang dalam kehidupan kita yang bersedia menjadi perisai utama ketika banyaknya hujaman tombak berdatangan ke arah kita. Sahabat juga merupakan orang yang akan selalu siap mendengarkan cerita-cerita panjang kita. Dan sahabat ialah orang yang akan siap tertawa atas lelucon-lelucon membosankan yang kita ucapkan. Namun, tak melulu soal rasa nyaman, sahabat adalah orang paling frontal dan paling semangat jika menyangkut soal mengejek dan mempermainkan kita. Namun, itulah poin utamanya, rasanya aneh dan canggung jika selalu bersikap ramah satu sama lain.
Sahabat ini ibaratnya seperti saudara namun tak sedarah. Jika di uji secara analisis di laboratorium pastinya akan menghasilkan bukan hubungan siapa-siapa, namun terkadang kedekatannya bahkan lebih dari saudara kandung. Kita mungkin sering merasakan sulit untuk berbagi cerita dengan saudara dan orang tua sendiri, namun terkadang kita justru selalu menceritakan banyak hal dengan sahabat kita.
Saat momen bahagia dalam hidup sahabat kita terjadi, kita adalah orang yang selalu berusaha untuk menjadi orang pertama yang akan merayakannya, bahkan saat masalah ekonomi itu datang menghampirinya, kita juga masih berusaha menjadi orang terkaya yang akan memberikan apapun untuknya. Dan saat dia merasa sedih dengan masalah dan harapannya yang pupus, kita adalah orang yang akan siap menjadi "si sosok bijak" dan "pengirim doa terbaik" untuknya. Semua hal ini kita lakukan karena kita percaya bahwa ia juga akan melakukan hal yang sama untuk kita ketika masa-masa sulit kita tiba. Karena roda kehidupan akan selalu berputar, dan kehidupan ini pasti akan ada naik turunnya. Hal ini bukanlah soal pamrih atau tidak ikhlas namun hakikatnya sahabat memang begitu kan?
Namun, ternyata seperti biasa. Kenyataan ini tidak selalu sama dengan bayangannya. Ekspektasi kita ternyata terlalu berlebihan. Orang yang kita harapkan dan orang yang selalu kita prioritaskan, ternyata tidak seperti yang kita bayangkan. Ketika masa-masa sulit itu tiba, dia justru pergi meninggalkan kita seolah seperti dua orang yang tak saling kenal. Saat momen bahagia yang telah kita nantikan tiba, dia juga menjadi orang yang paling diam seribu bahasa seolah-olah hari itu hanyalah sebuah hari yang biasa. Bahkan saat satu kata "tolong" terucap dari mulut kita, kata itu seperti tak ada artinya. Sebenarnya apa yang salah, mengapa dia tidak sedikit pun melakukan hal-hal yang pernah kita lakukan padanya saat masa-masa itu?
Kita berharap doa terbaik yang diucapkannya menjadi sebuah penyemangat, ternyata rasa terabaikan yang kita terima justru membuat kita semakin merasa sendirian.
Bukankah kata "sahabat" itu memiliki arti bahwa ia akan selalu bersama kita dalam situasi apapun dan tak pernah saling meninggalkan ?
Atau mungkin hanya kita yang beranggapan demikian?
Aku tau, kehidupan ini akan terus berubah seiring berjalannya waktu, namun untuk menjadi sahabat bukankah tidak akan Lekang berbatas waktu?
Dan atau Mungkin sekali lagi, ini hanya kita yang berlebihan?
Ternyata kata "sahabat" hanya berasal dari sisi kita dan dia tidak pernah menganggap hal yang sama. Ku pikir, kita adalah sahabat dengan segala makna yang ada, namun ternyata "we're just friends and never more than it" hubungan kita hanya sebatas mengisi sesuatu yang kosong. Hubungan kita, bukan soal aku kamu dan selamanya namun hanya soal aku, kamu dan sampai masanya.
Saat berbagai satu sama lain, awalnya ku pikir hubungan kita layaknya bulan dan malam yang gelap. Walaupun waktu terus memaksa bulan untuk berpindah fase, namun tak sedikitpun bulan meninggalkan langit gelap. Bisa saja di satu fase tertentu bulan tak terlihat menemani langit gelap yang dingin namun tenyata bulan masih setia ditempatnya, tanpa bergerak dan terus ada untuk malam yang gelap.
Nyatanya kita hanyalah hujan dan tanah. Hujan yang datang tiba-tiba dan pergi tanpa perpisahan. Tanah yang menerima curahan hujan kemudian kering meninggalkan jejak. Meninggalkan dan tertinggal, menyapa dan disapa, kemudian berakhir karena tugas mengisi dan terisi telah selesai.
Namun dibalik itu semua, aku hanya ingin mengatakan terima kasih untuk segala hal. Walaupun kau tak pernah menganggap sebagai seorang sahabat, tapi terima kasih sudah menjadi sekedar teman untukku. Terima kasih, setidaknya kau mau bermain bersamaku disaat merasa kosong. Meskipun aku hanya menjadi pelarian saat sendirimu, tapi tak bisa ku pungkiri "aku merasa senang saat itu". Aku tidak menyesal mengenalmu dan tidak lagi berharap pembalasan darimu. Hanya saja, kini aku mengerti makna dibalik kata "sahabat" dan "teman" adalah dua aspek yang sangat berbeda dalam satu kemasan yang terlihat sama dalam hidup ini.
Komentar
Posting Komentar